Rabu, 15 Februari 2012

LAPISAN FISIK IEEE 802.11

Dalam OSI layer, kita mengenal ada 7 layer yang ada di dalamnya, salah satunya yang akan kita bahas yaitu layer fisik. Lapisan fisik atau Physical Layer adalah suatu layer yang melakukan fungsi pengiriman dan penerimaan bit stream data dalam medium fisik[4]. Mudahnya, segala hal yang berhubungan dengan interface transmisi data,medium fisik serta modulasi dan penyandian, akan dibahas dalam konteks lapisan fisik. Pada pembahasan ini, secara khusus kita akan melihat mengenai lapisan fisik dari IEEE 802.11.

Gambar Kedudukan Physical Layer dalam 7 OSI Layer

Pada lapisan fisik IEEE 802.11 dan juga semua lapisan fisik IEEE 802, terbagi dalam dua sub lapisan. Kedua sub lapisan tersebut yaitu :

- Physical Layer Convergence Procedure (PLCP)

- Physical Medium Dependent (PMD)

Kedua sub lapisan tersebut mempunyai fungsi masing-masing. Sub lapisan PMD berhubungan dengan medium fisik, sedangkan lapisan PLCP berhubungan dengan pengemasan data untuk layer di atasnya serta hubungannya dengan pembentukan frame.

Gambar Spesifikasi Lapisan Fisik IEEE 802.11

Untuk lebih detail mengenai lapisan fisik IEEE 802.11, kita akan melihatnya berdasarkan tingkatan IEEE 802.11, yaitu sebagai berikut :

1. Lapisan Fisik IEEE 802.11

Dalam standar IEEE 802.11 awal, medium fisik dibedakan menjadi beberapa medium, yaitu sebagai berikut :

a. Infra Red

Medium fisik Infra Merah IEEE 802.11 adalah transmisi omni direksional, ketimbang transmisi dari titik ke titik [1]. Yang dimaksud dengan transmisi omni direksional adalah suatu cara pemindahan data dengan cara meradiasikan sinyal ke segala arah. Jarak jangkauan yang masih bisa ter-cover sebesar 20 m. Pemodulasian yang dipakai pada medium ini adalah dengan skema 16-PPM, baik itu untuk laju data sebesar 1Mbps dan juga 2 Mbps. Yang dimaksud dengan skema 16-PPM (Pulse Position Modulation) untuk laju data 1 Mbps adalah setiap grup data yang berisikan 4-bit data, dan grup tersebut dipetakan ke dalam salah satu dari 16 simbol PPM dengan kemungkinan kombinasi sebanyak 16 kemungkinan. Masing-masing simbol dari 16 simbol PPM tersebut berisikan rangkaian bit sepanjang 16 bit (15 bit bernilai 0 dan sebuah bit 1).

Sedangkan untuk laju data sebesar 2 Mbps, tiap-tiap grup terdiri dari 2 bit data dan dipetakan ke dalam 4 simbol PPM (4 kemungkinan kombinasi). Setiap simbolnya terdiri dari 3 buah angka 0 dan sebuah angka 1 ( rangkaian bit sepanjang 4 bit data). Laju data 1 dan 2 Mbps beroperasi pada panjang gelombang (λ) antara 850 nm-950 nm[1].

Modulasi yang dipakai pada transmisi infrared berbasis intensitas gelombang. Yang dimaksud dengan intensitas gelombang adalah bahwa ada tidaknya sinyal akan merepresentasikan ada atau tidaknya bit data (1 dan 0).

Medium fisik dengan menggunakan infrared kurang laku di public[2]. Sehingga implementasi dari teknologi ini boleh dibilang tidak komersil di mata publik dibanding dengan medium fisik yang lainnya.

b. Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)

Medium fisik ini beroperasi pada ISM 2,4 GHz, dengan laju data yang sama pada medium infrared yaitu sebesar 1 Mbps dan 2 Mbps. Jumlah kanal untuk skema DSSS tidak selalu sama, tergantung pada ketetapan-ketetapan alokasi bandwidth setiap negara. Misalnya di Jepang hanya menggunakan 1 kanal saja, sedangkan di beberapa negara Eropa menggunakan 13 kanal.

Gambar Spesifikasi DSSS

Gambar Alokasi Saluran DSSS dan spektralnya [8]

Dari pembahasan sebelumnya, kita ketahui bersama bahwa sebuah sistem DSSS memanfaatkan sebuag kode chip atau kode pseudonoise(PN), untk menaikkan laju data dan juga melebarkan (spread) bandwidth yang digunakan untuk sinyal-sinyalnya. Untuk IEEE 802.11, kode chip atau kode PN dengan menggunakan Barker Code.

Barker Code atau Kode Barker adalah sebuah rangkaian yang berisi simbol- simbol biner {-1,+1} sepanjang n, direpresentasikan oleh fungsi s(t), yang memiliki karakteristik di mana nilai-nilai otokorelasinya[1]. kode barke adalah rangkaian simbol-simbol biner {-1,+1}, sepanjang n, yg dipresentasikan oleh fungsi s(t) yang memiliki karakteristik nilai nilai otokorelansi memenuhi persamaan | | 1, untuk semua |Ʈ| (n-1). Otokoleransi kode barker ini dapat dipertahankan didalam transformasi-transformasi berikut:

S(t) -> -s(t) s(t) -> (-1) dan S(t) -> -s( n – 1 – t )

Kode-kode barker yang dapat digunakan adalah sebagia berikut:

n = 2 ++

n = 3 ++-

n = 4 +++-

n = 5 ++-+-

n = 7 +++--+-

n = 11 +-++-+++---

n = 13 +++++--++-+-+

c. Frequency Hoping Spread Spectrum (FHSS)

Teknik ini memodulasi sinyal data dengan sinyal pembawa (carrier) dengan kanal frekuensi yang melompat-lompat seiring dengan fungsi waktu[3]. Pola lompatan-lompatan sinyal tersebut kemudian didefinisikan sebagai sebuah kode PN. Untuk pemodulasian, metode yang dipakai adalah FSK Gaussian(GFSK), baik untuk laju data 1 Mbps maupun 2 Mbps.

Gambar Spesifikasi FHSS

2. Lapisan Fisik IEEE 802.11a

Pada lapisan fisik 802.11 a, struktur kanalnya memanfaatkan pita frekuensi yang dikenal dengan Universal Information Infrastucture (UNNI). Pita UNNI sendiri masih didefinisikan menjadi 3 bagian. Pembagian tersebut didasarkan pada tempat penggunaan serta pita frekuensinya.

- Pita UNNI 1

Pita ini bekerja pada pita frekuensi antara 5,15 – 5,25 GHz. Untuk tempat penggunaanya ditujukan untuk penggunaan di dalam ruangan (indoor).

- Pita UNNI 2

Pita frekuensi jenis ini bekerja pada frekuensi 5,25-5,35 GHz dan ditujukan untuk dapat digunakan baik di luar maupun di dalam ruangan.

- Pita UNNI 3

Pita UNNI 3 bekerja pada frekuensi 5,275-5,835 GHz dengan penggunaan dikhususkan pada pemakaian di luar ruangan (outdoor).


Gambar Skema Kanal IEEE 802.11

Hal lain yang menjadi perhatian dari spesifikasi IEEE 802.11 adalah mengenai modulasi dan penyandiannya. Modulasi dan penyandian pada IEEE 802.11 tidak menggunakan teknik spektrum tersebar (spread specktrum) seperti spesifikasi 802.11 yang lainnya. Teknik yang dipakai dalam spesifikasi ini yaitu teknik OFDM (Ortogonal Frequency Division Multiplex). Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa teknik OFDM (disebut juga multicarrier) mempergunakan banyak sinyal pembawa yang menduduki frekuensi-frekuensi yang berbeda (subkanal), di mana nantinya data akan dikirim melalui subkanal-subkanal tersebut. Skema OFDM pada IEEE 802.11a juga mendukung adanya modulasi dan penyandian dengan teknik-teknik yang lainnya, seperti BPSK, QPSK, 16-QAM dan 64-QAM.

Hal yang juga berkaitan dengan OFDM adalah mengenai struktur frame lapisan fisik. Bagian ini diperlukan untuk mentransmisikan unit data protokol MAC (MPDU). Seperti sudah disinggung di awal bahwa dalam lapisan fisik terdapat dua sublapisan, yaitu PLCP dan PDM. PLCP menyediakan bit-bit pensinyalan dan pembentukan frame yang diperlukan untuk transmisi OFDM, sedangkan PDM melaksanakan operasi penyandian dan operasi transmisi yang sebenarnya [4]. Gambar di bawah ini akan menjelaskan format frame lapisan fisik IEEE 802.11a dan IEEE 802.11b.

Gambar Unit Data Protokol Lapisan IEEE 802

3. IEEE 802.11 b

Spesifikasi IEEE 802.11b adalah pengembangan dari 802.11 awal, terlebih untuk skema DSSS 802.11, dimana pada IEEE 802.11b menyediakan laju data sebesar 5,5 Mbps dan 11 Mbps di pita 2,4 GHz. Untuk dapat mencapai laju chipping code sebesar 11 Mbps tersebut, maka digunakan skema modulasi CCK (Complementary Code Keying).

Gambar Skema Modulasi CCK 11 Mbps

Data input diproses sebagai blok-blok data sepanjang 8 bit/simbol dengan kecepatan 1,375 Msps. Dari 8 bit data dikalikan dengan kecepatan blok per detik sebesar 1,375 Mspsz akan menghasilkan laju data 11 Mbps. Enam dari delapan bit pada tiap-tiap simbol dipetakan ke salah satu dari 64 baris kode ( 64 baris kode dibangkitkan dengan matriks Walsh 8x8). Output pemetaan ditambah dengan dua bit tersisa kemudian menjadi input bagi modulator QPSK.

Teknik lainnya yang bisa juga dipakai dengan CCK yaitu Packet Binary Convolution Coding (PBCC). Dengan alternatif PBCC ini, dapat menghasilkan transmisi yang lebih efisien serta dapat dikembangkan untuk laju data yang lebih tinggi dimasa depan.

4. IEEE 802.11g

Spesifikasi IEEE 802.11g adalah meluaskan laju data IEEE 802.11b sehingga mampu bekerja pada laju data di atas 20 Mbps sampai 54 Mbps. IEEE 802.11g bekerja pada pita ISM 2,4 GHz. Selain menawarkan pilihan laju data, IEEE 802.11g juga menawarkan skema modulasi yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pendahulunya [1]. Hal tersebut dapat kita lihat pada tabel berikut ;

Tabel Opsi Laju Data dan Skema Modulasi Lapisan Fisik IEEE 802.11g

Laju Data (Mbps)

Skema Modulasi

1

DSSS

2

DSSS

5,5

CCK atau PBCC

6

ERP-OFDM

9

ERP-OFDM

11

CCK atau PBCC

12

ERP-OFDM

18

ERP-OFDM

22

ERP-PBCC

24

ERP-OFDM

33

ERP-PBCC

36

ERP-OFDM

48

ERP-OFDM

54

ERP-OFDM

DAFTAR PUSTAKA

[1] Stallings, William , Komunikasi dan Jaringan Nirkabel Jilid ke-2, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007

[2]Eren, Halit, Wireless Sensors and Instruments, Taylor & Francis Group, Boca Raton, 2006

[3] http://www.docstoc.com/docs/46869146/Jaringan-Komputer, diakses 27 Oktober 2011

[4] http://www.docstoc.com/docs/46869146/Jaringan-Komputer, diakses 27 Oktober 2011

[5]http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22443/3/Chapter%20II.pdf, diakses 27 Oktober 2011

[6]

[7] http://irwandinata.wordpress.com/2010/07/06/36/, diakses tanggal 1 November 2011

[8]http://p3m.amikom.ac.id/p3m/dasi/des07/01%20-%20AMIKOM_Yogyakarta_KAJIAN%20KERJA%20PROTOKOL%20PADA%20JARINGAN.pdf ,diakses tanggal 31 Oktober 2011

[9]http://yanuardhi.blog.ugm.ac.id/2009/12/11/review-tentang-modulasi-qam-jilid-1/, diakses 1 November 2011

TINDAKAN MANUSIA

TINDAKAN MANUSIA

Pandangan manusia satu dengan yang lainnya bergantung dari tindakan manusia tersebut. Inilah yang sering disebut sebagai pandangan secara objektif, dimana yang dipandang adalah objeknya, bukan subjektifitas manusia. Dan tindakan manusia pulalah yang menjadi objek dari kajian moral. Syarat utama tindakan manusia bisa dikatakan bersifat moral yaitu ada kesukarelaan (voluntariness) dan kebebasan (freedom). Paparan lebih lanjut akan mengulas mengenai syarat moral tadi dan hal-hal apa saja yang mengurangi sifat moral.

1. Tindakan Manusia

Sebelum masuk ke dalam konteks yang lebih jauh, konsep dasar pengertian actus humanus (tindakan manusia) dan actus hominis (tindakannya maniusia) harus kita pahami terlebih dahulu. Actus hominis adalah apa saja perbuatan manusia yang dilakukan oleh manusia. Sedangkan actus humanus adalah perbuatan yang memenuhi syarat tertentu agar dapat disebut sebagai tindakan yang dilakukan oleh manusia. Yang memenuhi syarat sebagai tindakan moral adalah actus humanus.

Tindakan manusia (actus kumanus) adalah perbuatan manusia yang dilakukan dalam keadaan bebas dan rela, tahu dan setuju, sadar dan punya kontrol, serta dalam dua keadaan sekaligus yaitu dapat melakukan atau tidak dapat melakukan perbuatan itu (Felix M. Montemayor, 1994;18). Dari definisi tersebut, dapat kita peroleh empat ketentuan apakah suatu perbuatan dapat dikategorikan sebgai tindakan manusia. Keempat keadaan tersebut adalah :

a. Bebas dan rela

Sifat ini menyatakan bahwa manusia / pelaku dalam keadaan bebas dan rela untuk melakukan atau tidak melakukan. Dengan kata lain sejauh mana pelaku tanpa paksaan dan juga apa dia rela untuk melakukan tindakan itu.

b. Tahu dan setuju

Dalam hal ini, seseorang memberikan persetujuan atas apa yang dia lakukan. Persetujuan yang dimaksud adalah seseorang tersebut mau dan setuju untuk melakukan perbuatan tertentu.

c. Sadar dan punya kontrol

Syarat ini mau menegaskan mengenai syarat yang kedua, bahwa orang itu sungguh tahu dan setuju mengenai apa yang dilakukannya. Artinya bahwa seseorang dalam keadaan sadar ketika ia tahu dan setuju, bukan dalam keadaan misalnya mabuk, penuh emosi,nafsu, dll.

d. Dalam dua keadaan(dapat dan tidak dapat melakukan)

Syarat keempat menyatakan bahwa seseorang dalam keaadaan dapat menentukan pilihan. Seseorang dapat melakukan perbuatan tertentu atau tidak melakukan perbuatan tersebut.

2. Kesukarelaan

Tindakan sukarela adalah bahwa seseorang melakukan suatu hal dan dia mengetahui, setuju serta bersedia untuk melakukan hal tersebut. Kesukarelaan dalam bertindak dapat dipandang berdasarkan tingkat pengetahuan dan persetujuan seseorang yang tentu berbeda-beda, yaitu :

a. Kesukarelaan tindakan sempurna

Seseorang yang melakukan tindakan benar-benar mengetahui dan sekaligus memberi persetujuan sepenuhnya atas tindakannya.

b. Kesukarelaan tindakan tidak sempurna

Seseorang hanya mengetahui sebagian mengenai tindakannya dan tidak memberi persetujuan secara penuh.

Kesukarelaan juga dapat dipandang karena kedudukannya sebagai sebab akibat, yaitu:

a. Sukarela langsung

Yaitu suatu tindakan yang dilakukan sesuai dengan apa yang dituju dan demi tindakan itu sendiri.

b. Sukarela tidak langsung

Suatu tindakan yang dilakukan dan merupakan akibat dari tindakan sukarela langsung. Tindakan sukarela tidak langsung sebenarnya juga tindakan sukarela langsung, akan tetapi ada unsur keharusan, sebab akibat, dan lain-lainya yang berasal dari tindakan sukarela langsung.

Suatu tindakan yang didasari dengan tanggungjawab dapat dipastikan mempunyai suatu akibat. Dimana hasil tersebut kadang mempunyai nilai ganda, yang mana ada akibat baik dan buruknya. Abibat ganda ini, walaupun mempunyai nilai buruk karena berakibat ganda, akan tetapi dapat dipandang baik secara moral dengan memenuhi syarat sebagai berikut :

· Tindakan tersebut baik dipandang dari segi moral.

· Akibat buruk bukan menjadi tujuan serta motivasi.

· Ada suatu alasan kuat untuk mendasari suatu tindakan yang berakibat ganda.

3. Kebebasan

Pengertian dari kebebasan lebih tepatnya diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dapat menentukan dirinya sendiri serta apa yang akan dilakukan, baik secara individu maupun dalam kehidupan sosialnya.

a. Kebebasan sosial

Kebebasan sosial diartikan sebagai kebebasan yang dialami oleh manusia dalam kaitannya dengan hidup bersama-sama sebagai bagian dari suatu kelompok yang kita kenal dengan istilah masyarakat. Subjek kebebasan sosial dapat berupa manusia itu sendiri, masyarakat, organisasi, bahkan negara.

b. Kebebasan individu

Kebebasan individu diartikan sebagai kebebasan yang dihayati oleh seseorang sebagai indidu orang tersebut. Tedapat beberapa tingkatan dalam kebebasan individu, yaitu :

· Kebebasan individu dihayati sebagai kesewenang-wenangan. Dalam hal ini, kebebasan diartikan bahwa seseorang dapat melakukan tindakan apa saja,sesuai dengan apa yang dia inginkan. Kebebasan seperti ini hanya berada dalam taraf perasaan saja, belum sepenuhnya dalam keadaan bebas.

· Kebebasan individu dihayati sebagai kebebasan fisik. Kebebasan seperti ini diartikan sebagai seseorang yang secara fisik dalam keadaan bebas karena seseorang tersebut dapat menggerakkan fisiknya sesuai keinginannya.

· Kebebasan individu dihayati secara yuridis. Kebebasan seperti ini dipandang bahwa seseorang dikatakan bebas jika seseorang tersebut telah memenuhi syarat-syarat hukum.

· Kebebasan dihayati sebagai kebebasan psikologis. Kebebasan psikologis diartikan sebagai kebebasan seseorang untuk menentukan pilihan-pilihan mengenai apa yang akan dilakukan berdasarkan akal budi seseorang tersebut, yang akan menuntun seseorang untuk dapat memilih mana tindakan yang baik dan mana yang buruk.

· Kebebasan individu dihayati sebagai kebebasan moral. Kebebasan seperti ini diartikan bahwa seseorang yang bebas melakukan tindakan tanpa dibatasi atau dipaksa oleh larangan serta kewajibannya, akan tetapi lebih didasari oleh karena apa yang menjadi pilihan sendiri secara sadar.

· Kebebasan individu dihayati sebagai kebebasan eksistensial. Kebebasan seperti ini adalah kebebasan dimana seluruh pribadi atau seluruh eksistensi seseorang. Kematangan dan keutuhan suatu pribadi menjadi syarat utama untuk kepribadian ini.

4. Faktor Yang Mengurangi Kualitas Moral Tindakan Manusia

Paparan di atas tadi adalah mengenai tindakan manusia yang mempunyai kualitas moral yang baik. Tentu saja ada juga faktor-faktor yang mengurangi kualitas moral dari tindakan manusia, yaitu :

a. Ketidaktahuan

Ketidaktahuan dapat dipandang dalam konteks dapat diatasi maupun tidak dapat diatasi. Ketidaktahuan yang dapat diatasi dikatakan tidak mengurangi kualitas moral atas tindakannya, akan tetapi tanggungjawab atas tindakannya harus tetap diterima. Sedangkan ketidaktahuan yang tidak dapat diatasi adalah ketidaktahuaan yang mengurangi kuaalitas moral karena seseorang bertindak di atas hal yang tidak dia ketahui.

b. Emosi dan Nafsu

Dalam kaitannya nafsu serta emosi dengan kualitas moral, juga dibedakan menjadi dua hal. Yang pertama, emosi dan nafsu muncul secara spontan. Emosi dan nafsu yang muncul secara spontan tidak dapat dikatan mempunyai kualitas moral. Hal ini dikarenakan tidak ada kebebasan dan kerelaan yang didasari akal budi seseorang untuk memilih atau menolak bertindak.

Yang kedua, emosi dan nafsu muncul karena adanya usaha serta rangsangan yang disengaja oleh seseorang. Terdapat kebebasan dan kerelaan individu untuk memilih atau menolak tindakan tersebut.

c. Ketakutan

Ketakutan dikatakan mengurangi kualitas moral seseorang karena dengan adanya ketakutan dalam bertindak, syarat kebebasan dan kerelaan tidak terpenuhi. Padahal, kebebasan dan kerelaan menjadi syarat jika suatu tindakan manusia dikatakan mempunyai kualitas moral.

d. Kekerasan

Kekerasan mengurangi kualitas moral seseorang dikarenakan adanya ketidak bebasan dan ketidak relaan seseorang dalam bertindak.

e. Kebiasaan

Kebiasaan dikatakan mengurangi kebebasan serta kerelaan tindakan seseorang jika kebiasaan tersebut hanya sekedar mengulang dari tindakannya yang sudah-sudah dan dilakukan dalam keadaan tidak sadar.